Filsafat Sesudah Mitologi dalam Peradaban Yunani Awali
Pendahuluan
Filsafat menghadirkan sesuatu yang baru dalam dunia ini. Dan filsafat dalam arti tertentu juga menandakan adanya pengembaraan. Secara sederhananya penulis mencoba melihat bahwa filsafat telah mengambil tempat atau masuk ke dalam dunia pemikiran Yunani awali. Apa yang yang menyebabkan filsafat mendapat hati di dalam bangsa Yunani yang memberi dasar bagi perkembangan filsafat selanjutnya?
Bagaimana mendefinisikan filsafat? Peradapan Yunani awali menyebut filsafat sebagai pengembaraan akal budi manusia sudah mitologi. “Sesudah” mengatakan tahap, proses, perkembangan. Benar demikian, karena filsafat bukan terjadi mendadak. Filsafat bukan wahyu yang datang dari atas. Filsafat merupakan sebuah pergumulan. Pengembaraan. Awal filsafat dirujuk pada peradapan para filsof alam Yunani pada waktu itu. Pada tokoh pioneer filsafat di antaranya, Thales, menggagas dunia yang menjadi ruang hidupnya secara baru. “Baru” artinya berbeda dengan mitos. Dalam terminologi “baru” dicakap pengertian ilmiah.[1]
Filsafat Merupakan Sebuah Pengembaraan Intelektual
Point pertama yang menjadi penekanan adalah filsafat merupakan sebuah pengembaraan dalam pengertian bahwa filsafat adalah tahap, proses dan perkembangan dari mitos. Alam pemikiran manusia pada waktu itu masih terkungkung dalam pola pemikiran mitologi yang membawa rasa ketidakpuasan pada diri manusia pada waktu itu. Manusia yang pada kodrat selalu ingin tahu akan segala sesuatu yang ada di sekitarnya, seperti yang diungkapkan oleh Sokrates dalam buku metafisikanya.[2] Keingintahuan atau ketidakpuasan akal budi manusia inilah yang mendesak terjadinya pergerakan dari mitos ke filsafat. Pergerakan ini tidak berhenti begitu saja karena di dalam filsafat pun terjadi pergerakan yang terus berkelajutan.
Sebelum sampai pada ketidakpuasan akal budi, manusia takjub dengan alam semesta. Hal ini mengakibatkan muncul rasa heran di dalam diri manusia.[3] Bagi para pemikir atau filsuf pada jaman Yunani kuno ketika itu, jawaban yang diberikan oleh mitos dalam arti rohani, tetapi bagi para filsuf jawaban dari mitos tidak berdasarkan akal budi.[4] Keheranan ini berlanjut pada ketidakpuasan akal budi yang ada di dalam manusia menggugah dirinya sendiri untuk mencari dan terus mencari sesuatu yang lebih. Oleh karena itu, filsuf Yunani awalipun kemudian mulai mengajukan pertanyaan bagi dirinya.
Pertanyaan pada dasarnya adalah ungkapan secara tidak langsung dari keingin tahuan manusia, pertanyaan itu mengundang manusia untuk berpikir. Memang semua pertanyaan dengan sendirinya membuat manusia berpikir, tetapi pertanyaan yang mengundang manusia berpikir secara lebih mendalam tentang sesuatu atau dalam arti lainya adalah pertanyaan yang mengarah pada keselesaian dari objek yang dipikirkan.[5] Dalam arti inilah sebuah pertannya itu dapat digolongkan sebagai pertanyaan filosofis. Pertanyaan yang mendalam hendaknya membawa jawaban yang mendalam atau yang filosofis pula tentang suatu realitas.
Berpikir yang dimaksud adalah ilmiah dan dengan sendirinya menuntut adanya metode. Dengan berpikir ilmiah ini diharaplan menghasilkan jawaban yang benar dan mendalam. Mendalam di sini tentunya tidak hanya sesuatu yang membutuhkan jawaban yang sederhana. Kebenaran yang merupakan jawaban dan yang telah dicapai oleh seorang filsuf masih terus dicari kebenaran dan kepastiannya oleh oleh filsuf lainnya.
Jelaslah pengembaraan filsafat telah membuka pikiran manusia tentang dunia dalam kerangka pikiran atau gagasan yang berbeda. Gagasan yang dibawa filsafat adalah keilmiahan. Keilmiahan inilah yang merupakan yang baru, dalam pengertian bahwa keilmiahan mengadung metode sehingga mengidikasikan adanya rasionalitas. Dengan demikian berdasarkan filsafat, semua yang ada di dunia ini dilihat dari sisi ilmiah dan bukan lagi dari sudut pandang mitos.
Filsafat Mengagas Dunia Menjadi Ruang Hidup Secara Baru
Pada Point kedua, filsafat dilihat sebagai pengagas ruang hidup secara baru. Kehadiran filsafat di dalam dunia ini membuka cakrawala manusia akan alam semesta dan dirinya yang adalah bagian dari alam semesta ini. Filsafat membawa manusia melihat dan mengajak manusia mengerti dunia dalam gagasan yang baru dan berbeda dari gagasan lama. Gagasan lama itu adalah mitos.
Mitos merupakan jawaban atau dapat juga berarti pengetahuan awal manusia pada saat melihat segala yang menakjubkan dan tidak diketahui oleh manusia dari alam semesta. Perubahan dari mitos ke filsafat sering dirujuk pada peradapan para filsof alam Yunani pada waktu itu. Dunia Yunani merupakan emblem dari perubahan itu. Manusia Yunani pada waktu itu mulai kritis memandang dunia dan muncul pemikiran bahwa berbagai hal yang terjadi dan ada pada dunia ini bukanlah semata-mata karena dewa-dewi. Mitos selalu mengandaikan ada campur tangan dewa-dewi, sebagai satu-satunya sebab dan sumber segala sesuatu.[6]
Filsafat memberikan gagasan yang berbeda dalam menyikapi segala yang ada. Gagasan yang berbeda ini menjadikan filsafat mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan gagasan pada waktu sebelumnya. Gagasan atas dunia inilah yang oleh filsalfat diperbaharui, sehingga manusia dunia ini secara lebih baru dan penuh daya dengan pertanyaan yang ahkirnya mengajak dirinya mencari dan terus saja mencari. Gagasan yang baru atau segar apakah yang mampu mengubah sudut pandang manusia?
Baru dalam pengertian filsafat adalah mencakup pengertian ilmiah. Keilmiah inilah yang menjadi pegangan dalam membedakan secara jelas antara filsafat dengan mitos. Keilmiahan di sini mempunyai kaitan erat dengan arti kebenaran. Kebenaran menurut arti para filsuf ketika itu adalah apa yang ada di dalam pikiran memiliki kesesuaian dengan kenyataan.[7] Kenyataan atau realitas menjadi pegangan dan merupakan dasar untuk berkata benar. Secara sederhana keilmiahan itu haruslah objektif.
Keilmiahan dengan sendirinya berkaitan dengan metode, tatatertib jalan pikiran yang rinci, koheren dan sistematis.[8] Metodologi yang dipakai dari awal filsafat muncul di Yunani hingga saat ini terus mengalami perkembangan dan juga perbedaan. Perbedaan ini karena objek yang diamati oleh para filsuf berbeda sehingga sudut pandangnya pun berbeda pula. Pada awalnya metodologi filsafat beradasarkan pengamatan inderawi atau empiris. Akan tetapi, metodologi ini hanyalah berdasarkan sudut pandang fisik, selain itu ada juga yang melihat berdasarkan sudut pandang metafisik sehingga metodologinya berdasarkan ratio atau akal budi.[9] Kedua metodologi yang digunakan ini ada pada objek yang sama, yakni alam semesta atau kosmos.
Berbeda dengan Sokrates, Plato dan Aristoteles karena objek filsafat yang menjadi penekanannya adalah manusia, sehingga Sokrates dan plato menggunakan metodologi dialog, sedangkan Aritoteles adalah sistematis.[10]. Perubahan objek pengamatan ketiga tokoh ini mendapat cikal bakal dari kaum sofis, yang menyebarkan relativisme. Metodologi yang mereka gunakan adalah metodologi kritis yang mengutamakan skeptis.[11]
Kebenaran Menjiwai Perbuatan
Ketakjuban telah membuat manusia bertanya karena ada rasa heran di dalam dirinya tatkala melihat alam semesta. Petanyaan menjadi langkah awal dalam setiap pengembaraan intelektual manusia.. Filsafat dalam dirinya merupakan usaha mencari kebenaran melalui akal budi manusia yang memiliki otoritasnya sendiri.[12] Kebenaran yang oleh orang Yunani ketika itu adalah sesuai dengan realitas. Tetapi, mitos juga memiliki arti kebenaran bagi dirinya sendiri. Kebenaran mitos merupakan kebenaran rohani yang juga menjadi milik orang-orang Yunani ketika itu. Kebenaran hendaknya menjiwai setiap perbuatan manusia. Hal ini penting karena kebenaran baru menjadi sebuah kebenaran bila apa yang benar itu mampu menghasilkan sebuah perbuatan yang benar. Perlulah kembali mengingat pada arti kebenaran yang digunakan oleh bangsa Yunani ketika itu. Sesuatu yang benar apabila sesuai dengan realitas atau kenyataan. Berdasarkan arti yang demikian, kita diajak untuk memperhatikan dan menilik kembali apakah kehidupan kita pada saat ini sudah benar? Dan tentunya arti benar itu berkorelasi dengan perbuatan kita saat ini. Ada bahaya yang kiranya dapat muncul tatkala kebenaran yang selama ini dipegang oleh semua atau sekelompok orang kemudian ditentang atau hendak diperbaharui, tetapi hasrat untuk menunjukan kebenaran tidaklah begitu saja dapat dipadamkan. Thales dan para filsuf yang lain awal Yunani telah berani menunjukannya. Thales sekurang-kurangnya berhasil dalam tataran mengubah sudut pandang orang Yunani. Akan tetapi berbeda dengan Sokrates dia berani mati dengan minum racun karena mempertahankan kebenaran yang dia dan para pengikutnya percaya. Hal serupa juga dihadapi oleh banyak orang yang memperjuangkan kebenaran. Mereka yang berjuang demi kebenaran adalah filsuf dalam arti tertentu untuk jaman ini.
Kesimpulan
Filsafat menunjukkan perkembangan diri manusia yang merupakan sebuah tahap yang panjang dan melelahkan. Perkembangan ini berkaitan atau memiliki hubungan dengan bagaimana manusia memahami dunia ini? Pertama-tama manusia memahami dunia ini melalui mitos, tetapi lama-kelamaan manusia yang memiliki budi ini tidak puas lalu kemudian dengan kodrat yang demikian mencoba mencari jawaban yang dipikir lebih benar dan pasti. Oleh karena itulah muncul filsafat, filsafat membawa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh mitos yaitu keilmiahan. Keilmihan ini berkaitan dengan kebenaran yang mengadaikan memiliki metode, sistem dan alasan. Benar bagi orang Yunani awali adalah sesuai dengan realita yang tentunya sesuai dengan kenyataan yang ada pada saat itu.
Daftar Pustaka
Hadiwijono Harun Dr., Sari Sejarah Filsafat Barat, Jogjakarta : Kanisius, 1996.
Riyanto Armada, Dr. CM., Pengantar Filsafat : Doing Philosophy, Malang : Widya Sasana, 2001. ( Diktat )
Suhartono Suparlan Ph. D., Dasar-Dasar Filsafat. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2004.
Tafsir Ahmad Dr., Filsafat Umum : Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
[1] Dr. Armada Riyanto, CM, “Filsafat : Peradaban Rasional – Mengenal Kajian Displin Filsafat dari Mitos ke Pencerahan” dalam diktat Filsafat : Doing Philosophy. Malang : Widya Sasana, 2004, hlm. 34.
[2] Bdk. Ibidem, “Pengantar Filsafat” dalam diktat Pengantar Filsafat : Doing Philosophy. Malang : Widya Sasana, 2004, hlm. 3.
[3] Bdk. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum : Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1999, hlm. 12.
[4] Bdk. Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Jogjakarta : Kanisius, 1996, hlm. 15.
[5] Bdk. Suparlan Suhartono.Ph. D, Dasar-Dasaar Filsafat, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2004, hlm. 38.
[7] Bdk. Suparlan Suhartono.Ph. D, Op. cit., hlm. 37.
[8] Bdk. Dr. Armada. Peradaban Rasional.... hlm. 2.
[9] Bdk. Dr. Armada. Ibid., hlm. 3.
[12] Bdk. Dr. Ahmad Tafsir, Op.cit., hlm. 12.