Rabu, 03 Juni 2009

Sumbangan Globalisasi Melindas Ham dan Identitas Kebangsaan

Pendahuluan
Globalisasi menjadi sesuatu kata yang umum, tetapi sadarkah bahwa pengaruh globalisasi di dalam kehidupan manusia saat ini sungguh besar dan menyinggung seluruh dimensi kehidupan manusia. Pengaruh itu bukan saja dalam tataran pribadi tetapi juga tataran komunal. Salah satu bagian yang mendapat pengaruh globalisasi adalah pola pikir manusia yang merupakan sesuatu yang pribadi sifatnya. Pola pikir manusia saat ini cenderung ingin cepat atau instan, pola pikir ini kemudian bukan lagi bersifat pribadi tetapi sudah menjadi budaya karena sudah menjadi trend masyarakat global sehingga budaya suatu bangsa bisa hilang dan dalam arti tertentu, identitas kebangsaan. Selain itu, dimensi yang mendapat pengaruh yang amat besar adalah ekonomi, di mana globalisasi memperkenalkan sistem kapitalisme. Sistem ekonomi ini membawa pengaruh sangat besar di dalam ( Hak Asasi Manusia ) HAM. Tulisan ini hendak memperlihatkan bahwa selain globalisasi membawa pengaruh baik, globalisasi juga membawa pengaruh buruk bagi manusia.

Globalisasi mempertaruhkan HAM
Menarik bahwa globalisasi dalam dimensi ekonomi membawa di dalam dirinya kapitalisme. Sistem kapitalisme dengan jelas menunjukan sisi gelapnya kepada kita terutama dengan adanya krisis global ini yang kian semakin menjadi-jadi. Banyak Negara menjadi korban terutama Negara dunia ketiga termasuk di dalamnya adalah Indonesia. Ada banyak pelanggaran HAM terkait dengan sistem kapitalisme karena ada sebuah konsep besar yang ditanamkan oleh para kapitalis, yaitu mencapai keuntungan sebesar-besar mungkin dengan pengeluaran seminim mungkin. Letak pelangran Ham yang sangat jelas adalah pada penggajian para buruh yang kecil padahal tenaga para buruh itu dikuras. Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan ekonomi yang begitu besar antara pemilik modal atau kaum kapitalis dengan kaum buruh. Situasi seperti ini diperparah dengan sistem birokrasi pemerintah yang lebih cenderung menguntungkan kaum kapitalis, ini semakin memperparah pelanggaran HAM. Hal ini sudah cukup menjelaskan bagaimana globalisasi telah mempertaruhkan hak asasi manusia itu sendiri.

Pertaruhan Identitas Kebangsaan
Globalisasi menjadikan dunia seakan tanpa batas ruang dan waktu. Hal ini tampak jelas dengan adanya pertukaran informasi yang tidak lagi melihat batas ruang dan waktu, apa yang terjadi di belahan dunia lain dapat dengan mudah kita ketahui pada saat yang sama di dalam belahan dunia di mana kita berada. Semua ini berkat kemajuan teknologi dan media komunikasi yang begitu mudah kita jumpai di mana-mana. Semua kemajuan ini membuat dan mengarahkan atau cenderung untuk mencapai upaya menjadikan dunia ini satu termasuk pula dengan kebudayaan itu sendiri. Banyak Negara sekarang mencotohi kebudayaan Amerika, sehingga terjadilah “Amerikanisasi” dalam pengertian tertentu.
Banyak anak muda di seluruh belahan dunia dan tak terkecuali Indonesia juga meniru gaya hidup orang Amerika. Apabila hal ini terjadi dan dibiarkan berlanjut, maka bangsa-bangsa di dunia ini secara tidak langsung membiarkan identitas kebangsaannya terkikis dan lama-kelamaan menghilang. Kebudayaan bangsa suatu bangsa mencirikan identitas bangsa itu sendiri, ketika banyak angota masyarakat tidak lagi peduli dengan budayanya bagaimana identitas budaya itu dapat bertahan. Globalisasi telah membuat kita perlahan-lahan kehilangan identitas kebangsaan, perlulah kita membangkitkan identitas kebangsaan agar tidak mudah terlindas globalisasi.

Indonesiaku di tengah Globalisasi
Sebagai sebuah Negara yang juga berhadapan dengan globalisasi, Indonesia mempertaruhkan identitas kebangsaan dan Ham seperti yang sudah diuraikan pada bagian sebelumnya. Ada banyak pelanggaran Ham yang sudah mulai terkuak sehingga dan salah satunya adalah Munir. Semua pelanggaran Ham yang ada di Indonsia ditangani oleh Komnas Ham. Namun, masih banyak pelanggaran yang belum terungkap kepermukaan.
Masyarakat Indonesia saat ini cenderung untuk instan dan meniru gaya hidup orang Amerika sehingga tidak lagi berakar pada budayanya sendiri. Akibat yang dapat ditimbulkan adalah terkikisanya dan bahkan hilangnya identitas kebangsaan sebagai bangsa Indonesia. Selain itu, krisis global yang dihadapi oleh seluruh dunia ini juga mempengaruhi perekonomian Indonesia. Sistem kapitalisme dengan konsepnya yang rakus telah menjelaskan dengan tepat bahwa sistem itu tidak lagi tepat dam bahkan penyebab dari krisis itu adalah sistem ekonomi kapitalisme itu sendiri, contoh konkretnya adalah Lehman Brothers. Semua kenyataan ini mengajak kita untuk sadar akan ketahanan identitas kebangsaan kita dihadapan globalisasi.

Ketahanan Identitas kebangsaan Melalui Budaya
Suatu bangsa hidup dengan budaya sendiri, budaya itu tentu berbeda dengan budaya bangsa lain. Identitas kebangsaan terbentuk dalam ranah budaya dari bangsa itu sendiri. Ciri yang membedakan inilah yang membuat identitas kebangsaan mejadi semakin jelas. Ketahanan identias kebangsaan beradapan dengan globalisasi ini perlulah mendapat tempat agar kita tidak mudah jatuh dalam lingkaran sisi gelap globalisasi.
Adanya pergelaran seni dan kebudayaan di setiap daerah sungguh membantu terciptanya ketahanan identitas kebangsaan. Pada pergelaran seni itu, ada banyak nilai-nilai hidup bangsa yang terungkap sehingga menanamkan cinta akan budaya sendiri. Cinta budaya sendiri sudah barang tentu menunjukan di dalam diri bangsa itu identitas kebangsaan. Hal ini penting bukan saja dalam tataran identitas tetapi juga karakter bangsa. Salah satu pergelaran budaya yang pernah penulis alami adalah gawai dayak dan melayu serta acara cap go meh ( tahun baru cina ) di Pontianak, acara ini diselenggarakan setiap tahun.
Indonesia kaya akan budaya, hal ini dapat menjadi pemersatu dan juga pemecah sehingga perlulah adanya identitas kebangsaan yang sungguh-sungguh mencirikan seluruh kebudayaan yang ada di seluruh Indonesia. Pancasila adalah jawaban yang kiranya dapat dipertanggunjawabkan karena pancasila merupkan intisari nilai-nilai hidup bangsa Indonesia. Para pendiri bangsa telah mengupayakan hal ini sehingga lahirlah Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa dan Negara Indonesia.

Fiat Iustitian Ruat Colum
Ini merupakan salah satu seruan atau istilah dan nilai dari kehidupan dayak kanaya’ant, yang ada di Kalimantan Barat. Penulis memilih istilah ini karena penulis menyadari bahwa penghargaan atas manusia dan jati diri harus beranjak dari budaya. Tidak ada satu manusia pun yang tidak lahir dan hidup dalam budaya tetentu. Budaya menunjukan kepada kita bagaiman manusia itu dan juga jati diri manusia itu sebagai pribadi dan juga komunal.
Fiat Iustititan Ruat Colum Istilah ini berarti bahwa biar langit runtuh keadilan harus tetap ditegakan. Nilai dan falsafat hidup ini menekankan bahwa perlunya setiap orang belaku adil ketika menghadapi masalah. Segala pemasalahan harus diselasaikan secara adil karena ini merupakan sesuatu yang hakiki untuk dapat hidup bersama. Penghargaan seperti ini dengan sendirinya menuntut tanggung jawab dari seluruh manusia karena manusia sungguh dihargai eksistensi baik itu secara pribadi maupun dalam kehidupan komunal sebagai anggota suatu suku.
Dalam tataran dan konsep seperti inilah perlu diletakan dan dilihat identitas kebangsaan dan juga Ham. Perlunya konsep seperti ini mengingat bahwa Indonesia terdiri atas banyak suku dan perlulah perlakuan adil. Selain itu, kedudukan Ham dalam tataran ini menunjukan bahwa manusia dalam eksistensinya membutuhkan pengakuan martabat dan harkat yang sama. Dengan demikian keadilan di dalam masyarkat dan Negara dapat terwujud.
Terwujudan Indonesia yang adil tidaklah dapat dipisahkan dari keadilan yang tercipta merata di seluruh idonesia. Adanya perlakuan yang tidak memperhatikan hak asasi manusia menyebabkan keterpecahan di dalam bangsa ini. Pemerintah bukan saja melihat keuntungan bagi sebagian kelompok masyarakat baik itu daerah tertentu dan juga kaum pemiliik modal. Pemerintah kiranya memperhatikan keseluruhan

Penutup
Globalisasi tidaklah dapat dihindari dan ditentang secara ekstrem. Dalam globalisasi sendiri ada sisi baik dan sisi buruknya atau gelap. Sisi buruk yang dibawa oleh globalisasi telah merusak tatanan idetitas kebangsaan dan Ham seperti sudah kita lihat. Sebagai sebuah bangsa perlulah kembali menoleh pada budaya bangsa yang kaya akan nilai-nilail kemanusiaan. Indonesia kaya akan nilai-nilai kemanusiaan, keberkaran pada nilai-nilai kemanusiaan bangsa sendiri menjadikan bangsa ini kenal budaya yang berarti juga membina membina identitas kebangsaan. Selain itu, karena nilai-nilai kemanusian itu hidup sehingga terciptalah, terpenuhilah dan dihargailah hak asasi setiap manusia.

Pancasila Warisan Budaya Nusantara

Pendahuluan
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang berasal dan bersumber dari keanekaragaman kebudayaan bangsa Indonesia sendiri atau nusantara. Dengan keanekaragaman ini, Pancasila merupakan pemersatu seluruh warga Negara Indonesia. Akan tetapi, ada sebagian dari anggota bangsa ini beranggapan bahwa Pancasila tidak lagi dapat dan cocok sebagai ideologi bangsa. Dengan latar belakang ini, penulis mencoba membangkitkan rasa cinta terhadap Pancasila, sebagai langkah untuk mencapai kesadaran wawasan nusantara, dengan berangkat dari budaya nusantara. Pertanyaan yang dapat muncul adalah apakah pancasila itu sungguh berasal dari budaya bangsa? Dan bagaimana revitalisasi Pancasila sehingga membawa pengaruh bagi kesadaran wawasan nusantara?
Arti dan Historitas Pancasila
Pancasila merupakan sebuah ideologi bangsa Indonesia, sebagai sebuah ideologi, Pancasila bukanlah sebuah pemikiran dan istilah yang tidak mempunyai arti yang mendalam, demikian pula dengan perjalanan sejarah terbentuknya Pancasila hingga seperti saat ini.
• Pancasila ditinjau dari sudut Etimologi
Pancasila bila dilihat sebagai istilah maka arti dari Pancasila sebagai istilah tidak dapat lepas dari bahasa Sansekerta dari India. Dalam bahasa sansekerta seperti yang Muhamad Yamin nyatakan bahwa Pancasila memiliki dua leksikal: “Panca” artinya lima, “syila” dengan vocal i pendek berarti batu, sendi, alas atau dasar, bila vocal i panjang artinya ”peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh” sehingga Pancasila berarti dasar yang memiliki lima unsur.
• Jaman Sriwijaya
Negara kebangasaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap, pertama adalah munculnya kerajaan sriwijaya, yang bercirikan kedatuan. Tahap kedua adalah munculnya kerajaan Majapahit yang bercirikan keprabuan dan yang ketiga adalah bangsa Indonesia seperti sekarang ini. Kerajaan Sriwijaya dipegang atau dikuasai oleh dinasti Syailendra. Kerajaan ini terletak di sumatera dan muncul pada abad VII. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang cukup ditakuti dan wilayahnya juga luas. Kehidupan kerajaan sudah makmur karena sistem pemerintah diatur rapi. Dalam bidang pendidikan, Sriwijaya memiliki sebuah universitas yang terkenal dan hubungan antar agama rukun. Dari kenyataan ini jelas bahwa pancasila sebagai sebuah ideologi Negara saat ini sudah tampak dalam penghayatan hidup sehari-hari.
• Jaman Majapahit
Kerajaan majapahit muncul 1923 dan mencapai puncak keemasan pada zaman kekuasaan raja Hayam Wuruk dengan patih bernama Mahapatih Gajah Mada yang terkenal dengan sumpahnya, Sumpah Palapa. Kerajaan pada saat ini sudah makmur dan mempunyai wilayah yang luas, hasil taklukan Mahapatih Gajah Mada. Kehidupan beragama pada saat itu sungguh harmonis hal ini tampak dengan ada agama Hindu, Budha dan agama Islam. Seorang sastrawan terkenal ketika itu juga menyinggung Pancasila, hanya saja Pancasila yang dimaksudkan itu berbeda dengan ideologi bangsa Indonesia saat ini.
• Pancasila Menjelang Kemerdekaan
Belanda adalah bangsa yang paling lama menjajah Indonesia dan ketika perang dunia ke-II, Indonesia berada di bawah penjajahan Jepang. Usaha untuk membebaskan diri demi mencapai kemerdekaan sudah lama ada, baik dengan senjata maupun membentuk suatu perkumpulan seperti Boedi Oetomo atau Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Ketika Perang Dunia Ke- II berakhir, Jepang membentuk BPUPKI yang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Di antara sidang pertama dan kedua BPUPKI dibentuklah Panitia Sembilan yang berhasil melahirkan Piagam Jakarta. Pada piagam Jakarta ini terdapat Pancasila, seperti saat ini, hanya masih ada polemik karena adanya frase kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya pada sila pertama pancasila. Polemik itu ahkirnya dapat diselesaikan, kemudian Pancasila seperti yang dikenal sekarang ini.
Pancasila dalam budaya Nusantara
• Akar Sila Pertama Pancasila dalam Budaya Nusantara
Sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada sila pertama ini mempunyai penekanan pada kata ketuhanan karena para pendiri bangsa ini sadar bahwa kemerdekaan merupakan rahmat Tuhan untuk bangsa Indonesia. Kepercayaan akan hal ini bukanlah tidak berakar pada budaya bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia semejak sediakala sudah memiliki kepercayaan akan adanya Tuhan atau sesuatu yang tinggi; sesuatu yang mengawali atau menciptakan segala yang ada di dunia ini termasuk segala yang ada di nusantara ini. Kepercayaan akan adanya Tuhan tampaknya dalam usaha manusia Indonesia awali dalam menyembah Tuhan atau sesuatu yang tinggi dalam bentuk batu besar, pohon besar dan masih banyak lagi hal-hal lainnya.
Ir. Soekarno berpendapat bahwa perkembangan manusia Indonesia dalam memahaman ketuhanan dikarenakan adanya pengaruh cara hidup manusia Indonesia dalam setiap perkembangan atau evolusinya. Gambaran tahap evolusi pemahaman manusia akan Tuhan ini walaupun kelihatan universal tetapi, Ir. Soekarno melihat ini sungguh ada di dalam diri bangsa Indonesia sebagai sesuatu yang sungguh ada dan tidak dapat dipisahkan. Jelaslah bahwa sila pertama sungguh berakar pada budaya Nusantara.
• Akar Sila Kedua Pancasila dalam Budaya Nusantara
Bunyi sila kedua adalah kemanusiaan yang adil dan beradap. Pada sila kedua ini kata kemanusiaan mendapat penekanaan. Kemanusiaan sendiri merujuk pada arti perlakuan dari manusia satu terhadap manusia lainnya sesuai dengan harkat, martabat dan hak serta martabat yang sama. Arti secara utuh dari sila kedua ini adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan.
Sila ini mendapat pendasaran pada budaya yang sungguh berakar pada budaya bangsa Indonesia semenjak dahulu kala. Budaya nusantra yang dimaksud adalah budaya tenggang rasa dan tepo seliro serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Budaya yang mengakar di dalam jiwa bangsa Indonesia ini kemudian dihidupkan dalam kehidupan berbangsa saat ini. Para pendiri bangsa Indonesia sadar bahwa Indonesia sebagai sebuah bangsa hidup di antara banyak bangsa lainnya. Kesadaran inilah yang mencetuskan adanya ide yang sungguh cemerlang tentang kemanusiaan yang adil dan beradap yang menunjukan sikap mendasar dari bangsa Indonesia.
• Akar Sila Ketiga Pancasila dalam Budaya Nusantara
Persatuan merupakan kata inti yang hendak disampaikan dalan sila kedua ini. Persatuan mengadaikan adanya perbedaan di dalam. Indonesia sebagai sebuah bangsa pun berasal dari berbagai suku, ras, budaya bahasa dam agama yang berbeda, perlulah diingat bahwa bangsa ini terbentang di atas wilayah yang terdiri atas pulau kecil dan besar. Persatuan yang telah dicapai ini merupakan kumpulan perjuangan anak bangsa demi mencapai kemerdekaan. Perjuangan ini sudah dirintis semejak awal seperti yang terungkap dalam sejarah bangsa ini. Kesadaran sebagai suatu bangsa seperti ini, melalui proses yang panjang. Kesadaran itu muncul tatkala ada atau berawal dari kesadaran lainnya.
Ide kesatuan seperti ini sudah ada semenjak sediakala. Ketika bangsa ini masih berada pada masa kerajaan-kerajaan, ada kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang berusaha menyatukan kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara. Kesadaran perlu adanya kesatuan jelas terungkap dalam sebuah seloka Bhineka Tunggal Ika. Rasa Persatuan itu terus diperkuat dengan hadirnya para penjajah sehingga muncullah kesadaran bahwa para penjajah itu dapat diusir dengan perjuangan bersama tanpa memandang kelompak. Perjuangan itu baik secara perang megunakan senjata maupun membentuk oranisasi-organisasi.
• Akar Sila Keempat Pancasila dalam Budaya Nusantara
Sila keempat dari pancasila merujuk pada atau menekankan bahwa setiap warga masyarakat memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dengan adanya ide atau konsep seperti itu, setiap warga negara Indonesia tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada warga Negara Indonesia lainnya. Oleh karena itu keputusan yang diambil pun harus berdasarkan keputusan bersama atau musyawarah mufakat.
Ide musyawarah mufakat ini memperoleh dasar yang amat kuat dalam diri bangsa Indonesia sendiri. Bangsa indonesia semejak hahulu kala sangat menekankan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam budaya suku-suku yang ada di Indonesia pengambilan keputusan dalam tingkat keluarga, desa dan kerajaan selalu atas musyawarah mufakat. Sejarah bangsa membuktikan hal ini, kerajaan Majapahit misalnya, ketika raja hendak mengambil keputusan, selalu melibatkan penasihat raja yang disebut patih-patih. Raja melambangkan pemimpin dan para patih melambangkan rakyat. Musyawarah mufakat bukan lagi sesuatu yang asing bagi bangsa Indonesia karena berakar sangat kuat di dalam kebudayaan nusantara.
• Akar Sila Kelima Pancasila dalam Budaya Nusantara
Keadilan sosial merupakan ide dasar dari sila kelima. Sebagai sebuah Negara yang merdeka, keadialan sosial merupakan suatu upaya yang selalu diupayakan dan harapan yang selalu saja hidup. Keadilan sosial merupakan cita-cita para pendiri bangsa ini dan bukan sebatas bayangan akan ide yang mempunyai dasar dari budaya nusantara sendiri. Harapan yang dimaksudkan oleh para pendiri bangsa dan Negara Indonesia yakni mencapai keadilan sosial di seluruh wilayah di Indonesia.
Ide ini hendak mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong yang menjiwai seluruh pengduduk nusantara semenjak sediakala. Kenyataan ini pula menggugah para pendiri bangsa untuk memasukan sikap bangsa yang sudah berakar ini ke dalam salah satu sila Pancasila. Sampai saat ini pun sikap gotong royong dan kekeluargaan masih dilaksanakan di dalam kehidupan sehari-hari.
Membangkitkan Kesadaran Akan Wawasan Nusantara Dengan Revitalisasi Pancasila
Revitalisasi Pancasila adalah usaha menghidupkan atau menggiatkan Pancasila. Pancasila merupakan ideologi bangsa yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri atau nusantara. Dengan kata lain, Pancasila adalah intisari dari budaya nusantara. Revitalisasi Pancasila bertujuan untuk memupuk rasa persatuan. Ide merevitalisasi Pancasila tidaklah berlawanan dangan tujuan dari kesadaran wawasaan karena sama. Selain itu, kesadaran wawasan nusantara mengandaikan ada dimensi-dimensi yaitu : politik, ekonomi, sosial-budaya, dan hankam. Dimensi-dimensi ini pula ada di dalam Pancasila baik secara eksplisit maupun implisit. Pancasila memang mempunyai sejarah sendiri, tetapi apa yang terkandung dalam pancasila juga mempunyai kaitan erat dengan seluruh sejarah bangsa Indonesia secarah utuh, sehingga dua cara merevitalisasi Pancasila yang kemudian memiliki pengaruh dalam membangkitkan kesadaran wawasan nusantara, bersifat lebih umum karena tidak terlalu mengkhususkan sejarah Pancasila. Pada dasarnya, sejarah pancasila itu sungguh terkait dengan sejarah bangsa Indonesia dan segala yang terkandung dalam sejarah bangsa itu termuat dalam pancasila. Secara sederhananya, pancasila adalah intisari dari bangsa ini. Melihat sejarah bangsa tentu tidak dapat dilepaskan dari pancasila. Ada pun kedua cara itu adalah :
• Melihat Sejarah Nusantara
Nusantara memiliki sejarah yang panjang. Sejarah nusantara ini tidak dapat lepas dari budaya bangsa Indonesia atau nusantara karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Bangsa yang tidak mengenal sejarahnya bisa menjadi bangsa yang kehilangan identitas kebangsaannya. Kembali melihat sejarah mutlak perlu untuk membangkitkan identitas kebangsaan di dalam diri seluruh anggota bangsa ini. Pancasila merupakan identitas kebangsaan karena pancasila berasal dari budaya bangsa dan memiliki sejarah. Selain itu, Pancasila merupakan ciri utama yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang ada di dunia ini.
• Kembali Merefleksikan Sejarah
Sejarah perjuangan nusantara perlu dihidupi dengan cara mengingatnya dan lebih penting dari itu adalah ketika sejarah mampu direfleksikan. Sejarah yang mampu direfleksikan menjadikan kita, sebagai angggota bangsa ini, mampu melihat dan memaknai secara baru sejarah yang telah lalu itu sehingga pesan dari makna itu dapat terus memotivasi untuk maju dan mampu bersaing dengan bangsa lain. Perefleksian atas sejarah mengadaikan adanya kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah mampu membangkitkan rasa tanggung jawab sosial dan moral terhadap kegiatan pembangunan bangsa. Pancasila juga perlu direfleksikan bukan untuk diubah esensi makna yang sudah ada tetapi menjadikan maknanya sesuai dengan kebutuhan, yang mempengaruhi pula kesadaran wawasan nusantara.

Penutup
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang berasal dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Revitalisasi pancasila merupakan titik awal bagi terciptanya kesadaran wawasan nusantara. Sejarah pancasila menggambarkan bagaimana budaya Indonesia ini sungguh kaya dan dari kekayaan itulah pancasila hadir. Kekayaan yang dimaksudkan adalah kekayaan dalam arti nilai-nilai hidup dan bukan hanya itu saja. Dari nilai-nilai hidup inilah dan banyak hal lainnya itulah pancasila seperti sekarang ini terbentuk dan dihayati sebagai sebuah ideologi.
Kesadaran sebagai sebuah setelah melihat kedua cara ini, harapan penulis adalah bukanlah berhenti pada melihat dan merefleksikan tetapi harus berlanjut pada tindakan. Kedua cara ini lebih pada memotivasi, sehingga tindakan selanjutnya adalah perbuatan dari seluruh elemen bangsa dan bukan berhenti pada saya tahu. Kesadaran itu berlanjut pada tindakan dan beda dengan hanya tahu saja.







DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji, Prof, SH., Pancasila Sebagai Suatu Orientasi Singkat, Aries Lima : Jakarta, 1984.
Kaelan, M. S. Dr., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2004.
Kartodirdjo, Sartomo. Sejak Indische Sampai Indonesia Merdeka. PT. Kompas Media Nusantara: Jakarta, 2005.
Sukarno, Pancasila Sebagai Dasar Negara, PT. Inti Idayu Press : Jakarta, 1984.
Reksosusilo, S, Dr., Filsafat Wawasan Nusantara. Malang : Pusat Publiksi Filsafat dan Teologi Widya Sasana, 2005.